Sebagai sebuah lembaga pendidikan non formal, kurikulum Pondok Pesantren Al-Falahiyyah mengacu pada pesantren yang lebih besar. Adapun pesantren yang dijadikan acuan kurikulum adalah pesantren tempat Dewan Asatidz menuntut ilmu dahulu, seperti Pondok Pesantren Al-Hidayah Lasem, Pondok Pesantren Asrama Pelajar Islam Tegalrejo Magelang, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Kemudian untuk pembelajaran di Pondok Pesantren Al-Falahiyyah itu terkonsentrasi pada Tahfidzul Qur’an dan Madrasah Diniyah yang fokus menaji Kitab Kuning atau Turats. Diman kedua model pembelajaran ini memiliki jenjang yang bertahap selama 6 tahun. Dan setelah selesai masa pembelajaran biasanya santri akan mengabdikan diri atau berkhidmah kepada pesantren untuk mencari barokah.
Kemudian kurikulum dan model pembelajaran Tahfidzul Qur’an Pondok Pesantren Al-Falahiyyah itu mengacu pada Pondok Pesantren Al-Hidayah Lasem. Adapun kurikulum Tahfidzul Qur’an Pondok Pesantren Al-Falahiyyah adalah sebagai berikut
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jenjang progam Tahfidzul Qur’an diatur sebagai acuan dalam mencapai target hafalan santri. Jenjang pertama diwajibkan bagi seluruh santri untuk menhafalkan Al-Qur’an juz 30 pada tahun pertama. Jenjang kedua juga diwajibkan bagi seluruh santri untuk membaca Al-Qur’an 30 Juz selama 2 tahun. Jenjang ketiga tidak diwajibkan untuk seluruh santri, namun hanya untuk santri yang minat dan mampu menghaflakan Al-Qur’an 30 juz. Dan jenjang ketiga ini biasanya membutuhkan waktu selama 3 tahun.[1]
Sedangkan untuk kurikulum dan model pembelajaran Madrasah Diniyah Al-Falahiyyah itu mengacu pada kurikulum pembelajaran Kitab Kuning dari Pondok Pesantren Asrama Pelajar Islam Tegalrejo Magelang, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Adapun kurikulum Madrasah Diniyah Al-Falahiyyah adalah sebagai berikut
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa keilmuan yang diajarkan dalam Kurikulum Madrasah Diniyah Al-Falahiyyah sudah sangat komprehensif. Adapun untuk pembelajaran dilakukan dengan metode bandongan sesuai dengan kelas masing-masing. Metode bandongan yaitu santri secara bersama-sama mendengarkan bacaan serta penjelasan dari kyai dan santri sambal membuat catatan pada kitabnya. Selain metode bandongan, ada juga metode sorogan, yakni metode yang mengharuskan santri membaca kitab kuning di hadapan kyai, disaksikan langsung oleh kyai keabsahan bacaan santri, baik dalam nahwu-shorof, penerjemahan dan pemahaman